Selasa, 12 April 2011

Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support Systems) - Pengambilan Keputusan


Pengambilan Keputusan

  • Pengambilan keputusan adalah sebuah proses memilih tindakan (di antara berbagai alternatif) untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa tujuan. Simon, H. (dalam The New Science of Management Decision, 1977) : ”Pengambilan keputusan manajerial sinonim dengan proses keseluruhan dari manajemen”. Simon dalam bukunya menguraikan istilah keputusan menjadi Keputusan terprogram dan Keputusan tak terprogram. Keputusan terprogram bersifat berulang-ulang dan rutin, pada suatu tingkatan tertentu dan prosedur telah ditetapkan untuk menanganinya. Keputusan tak terprogram yaitu bersifat baru, tidak terstruktur dan biasanya tidak urut.
  • Pengambilan keputusan di dalam suatu organisasi merupakan hasil suatu proses komunikasi dan partisipasi yang terus menerus dari keseluruhan organisasi. Hasil keputusan tersebut dapat merupakan pernyataan yang disetujui antar alternatif untuk mencapai tujuan tertentu. Pendekatannya dapat dilakukan melalui pendekatan yang bersifat individual/kelompok, sentralisasi/desentralisasi, partisipasi/tidak berpartisipasi, maupun demokrasi / konsensus.

Setiap keputusan bertolak dari beberapa kemungkinan atau alternatif untuk dipilih. Setiap alternatif membawa konsekuensi-konsekuensi. Apapun dan bagaimanapun prosesnya, satu tahapan lanjut yang paling sulit dihadapi pengambil keputusan adalah dalam segi penerapannya karena perlu meyakinkan semua orang yang terlibat, bahwa keputusan tersebut merupakan pilihan terbaik, sehingga semuanya merasa terlibat dan terikat pada keputusan tersebut. Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa setiap keputusan itu bertolak dari beberapa kemungkinan atau alternatip untuk dipilih. Setiap alternatif, berbeda satu dengan yang lain mengingat perbedaan dari konsekuensi-konsekuensi yang akan ditimbulkannya (Simon, H). Pilihan yang dipilih harus dapat memberikan kepuasan, karena kepuasan merupakan satu aspek paling penting dalam keputusan. Namun apabila memperhatikan konsekuensi-konsekuensi yang muncul sebagai akibat dari suatu keputusan, maka hampir dapat dikatakan bahwa tidak akan ada satu pun keputusan yang akan menyenangkan/memuaskan setiap orang. Mungkin satu keputusan hanya dapat memuaskan sekelompok atau sebagian besar orang dan mungkin ada kelompok atau pihak atau sebagian orang yang merasa dirugikan dengan keputusan tersebut. Oleh karena itu, jika kerugian yang dirasakan kurang obyektif, maka tidak menutup kemungkinan akan timbul reaksi yang negatif terhadap keputusan tersebut. Oleh sebab itu para ahli mengingatkan agar sebelum keputusan ditetapkan, diperlukan pertimbangan yang menyeluruh tentang kemungkinan konsekuensi yang dapat ditimbulkan.

Pengambilan Keputusan dan Pemecahan Masalah

Masalah akan terjadi ketika sebuah sistem tidak memenuhi tujuan yang telah ditetapkan, tidak mencapai hasil yang diprediksi, atau tidak bekerja seperti yang direncanakan. Pemecahan masalah dapat juga berkaitan dengan mengidentifikasi peluang-peluang baru. Istilah pengambilan keputusan dan pemecahan masalah sering kali sangat membingungkan. Satu cara untuk membedakan keduanya adalah dengan memeriksa fase-fase proses keputusan. Fase ini adalah :
  1. Inteligensi
  2. Desain
  3. Pilihan/kriteria
  4. Implementasi
Beberapa menganggap proses keseluruhan (fase 1 – 4) sebagai pemecahan masalah, dengan fase pilihan sebagai pengambilan keputusan riil. Lainnya melihat fase 1 – 3 sebagai pengambilan keputusan formal yang berakhir dengan satu rekomendasi, sedangkan pemecahan masalah mencakup implementasi aktual dari rekomendasi (fase 4).

Fase-Fase Proses Pengambilan Keputusan

Simon, H. (dalam The New Science of Management Decision, 1977) : ”Pengambilan keputusan manajerial sinonim dengan proses keseluruhan dari manajemen”, mengatakan bahwa proses pengambilan keputusan meliputi tiga fase utama, yaitu : inteligensi, desain, dan pilihan/kriteria. Ia kemudian menambahkan fase keempat, yakni implementasi. Monitoring dapat dianggap sebagai fase kelima – bentuk umpan balik, akan tetapi Turban memandang monitoring sebagai fase inteligensi yang diterapkan pada fase implementasi.
Model yang dikemukakan Simon merupakan karakteristik yang paling kuat dan lengkap mengenai pengambilan keputusan rasional. Ada Aliran aktivitas yang terus menerus berlangsung mulai dari inteligensi sampai desain sampai pilihan (garispanah tebal), namun pada sembarang fase bisa jadi ada fase yang perlu kembali ke fase sebelumnya (umpan balik).
Gambaran konseptual mengenai proses pengambilan keputusan ditunjukkan pada gambar di atas. Pemodelan pada dasarnya adalah bagian dari proses tersebut. Adanya sifat ”tampak keos” pada jalur dari penemuan masalah ke solusi dengan pengambilan keputusan dapat dijelaskan dengan loop umpan balik tersebut.
Proses pengambilan keputusan dimulai dari fase inteligensi. Realitas diuji, dan masalah diidentifikasi dan ditentukan. Kepemilikan masalah juga ditetapkan. Pada fase desain, akan dikonstruksi sebuah model yang merepresentasikan sistem. Hal ini dilakukan dengan membuat asumsi-asumsi yang menyederhanakan realitas dan menuliskan hubungan di antara semua variabel. Model ini kemudian divalidasi, dan ditentukanlah kriteria dengan menggunakan prinsip memilih untuk mengevaluasi alternatif tindakan yang telah diidentifikasi. Proses pengembangan model sering mengidentifikasi solusi-solusi alternatif, dan demikian sebaliknya. Fase pilihan meliputi pilihan terhadap solusi yang diusulkan untuk model (tidak memerlukan masalah yang disajikan). Solusi ini diuji untuk menentukan viabilitasnya. Jika solusi yang diusulkan tampak masuk akal, maka siap untuk ke fase terakhir; fase implementasi keputusan (tidak memerlukan sebuah sistem). Hasil implementasi yang berhasil adalah terpecahkannya masalah riil. Kegagalan implementasi membuat harus kembali ke fase sebelumnya.
Berikut ini diberikan dengan detail keempat fase dari Simon. Pengaruh Web terhadap empat fase tersebut dan sebaliknya.

Fase Inteligensi
Inteligensi dalam pengambilan keputusan meliputi scanning (pemindaian) lingkungan, secara intermiten atau terus-menerus. Fase ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh, diproses, dan diuji dalam rangka mengidentifikasikan masalah.

Identifikasi Masalah (atau Peluang)
Fase inteligensi dimulai dengan identifikasi terhadap tujuan dan sasaran yang berkaitan dengan isu yang diperhatikan (misal manajemen inventori, seleksi kerja, kurangnya atau tidak tepatnya kehadiran Web), dan determinasi apakah tujuan tersebut telah terpenuhi. Masalah terjadi karena ketidakpuasan terhadap status quo. Ketidakpuasan merupakan hasil dari perbedaan antara apa yang diinginkan (atau harapkan) dengan apa yang terjadi. Pada fase pertama ini berusaha menetukan apakah ada suatu masalah, mengidentifikasi gejala-gejalanya, menentukan keluasannya, dan mendefinisikannya secara eksplisit. Jangan terjebak pada suatu masalah yang seringkali merupakan suatu gejala dari suatu masalah yang lain. Misal, ada masalah pembengkakan biaya, mungkin ini hanya karena adanya gejala (ukuran) dari suatu masalah di tingkat inventory yang tidak tepat. Disadari bahwa kadang-kadang sulit untuk membedakan antara gejala dan masalah nyata, karena masalah nyata biasanya konflik dengan banyak faktor yang saling terkait.
Eksistensi masalah dapat ditentukan dengan memonitor dan menganalisis tingkat produktivitas organisasi. Ukuran produktivitas dan konstruksi sebuah model didasarkan pada data riil. Pengumpulan data dan estimasi terhadap data di masa mendatang merupakan langkah paling sulit di dalam analisis. Mungkin muncul beberapa isu selama pengumpulan dan estimasi terhadap data, dan hal ini menjengkelkan para pengambil keputusan. Isu-isu tersebut antara lain :
  • Data tidak tersedia. Akibatnya, model dibuat dengan dan mengandalkan estimasi yang tidak akurat.
  • Biaya untuk mendapatkan data mahal.
  • Data mungkin tidak akurat atau tidak cukup tepat.
  • Estimasi data sering subjektif.
  • Data bisa jadi tidak aman.
  • Data penting yang mempengaruhi hasil dapat bersifat kualitatif.
  • Mungkin ada terlalu banyak data (informasi berlebihan).
  • Hasil akhir (atau hasil) dapat terjadi lebih dari periode yang ditentukan. Akibatnya pendapatan, pengeluaran, dan laba akan dicatat pada poin waktu yang berbeda. Untuk mengatasi hal tersebut digunakan pendekatan present-value jika hasil bisa dikuantifikasi.
  • Diasumsikan bahwa data yang akan datang sama dengan data historis. Jika tidak, sifat perubahan harus diprediksi dan dilibatkan dalam analisa.
    Menentukan apakah masalah benar-benar ada, di mana masalah tersebut, dan seberapa signifikan, dapat dilakukan setelah investigasi awal selesai dilakukan. Point kunci adalah apakah sistem informasi melaporkan masalah atau hanya melaporkan gejala-gejala dari sebuah masalah.

    Klasifikasi Masalah
    Klasifikasi masalah adalah konseptualisasi terhadap suatu masalah dalam rangka menempatkannya dalam suatu kategori yang dapat didefinisikan, barangkali mengarah kepada suatu pendekatan solusi standar. Pendekatan yang penting mengklasifikasikan masalah-masalah sesuai tingkat strukturisasi pada masalah tersebut.

    Masalah Terprogram Versus Tidak Terprogram
    Simon,H. (dalam The New Science of Management Decision, 1977) membedakan dua ekstrem yang berkaitan dengan strukturisasi suatu masalah keputusan, yang pertama adalah masalah-masalah yang terstruktur dengan baik yang berulang serta rutin, dan untuk masalah tersebut telah dikembangkan model-model standar. Simon menyebutnya masalah terprogram. Contoh masalah tersebut adalah : jadwal mingguan karyawan, determinasi arus kas, dan seleksi tingkat inventori untuk suatu item spesifik dengan permintaan konstan. Masalah yang tidak terstruktur disebut juga masalah tidak terprogram, yaitu masalah yang belum dikenal sebelumnya dan tidak terjadi lagi. Contoh masalah tak terstruktur yang umumnya meliputi keputusan merger dan akuisisi, menangani proyek penelitian dan pengembangan yang rumit, mengevaluasi e-commerce, determinasi mengenai apa yang hendak dimasukkan ke dalam Website. Masalah semi struktur berada di antara kedua spektrum tersebut.

    Dekomposisi Masalah
    Banyak masalah yang kompleks dapat dibagi menjadi submasalah. Memecahkan submasalah yang lebih sederhana dapat membantu memecahkan masalah yang kompleks. Demikian juga masalah yang strukturnya buruk tampaknya kadang-kadang memiliki submasalah yang sangat terstruktur. Dekomposisi juga memfasilitasi komunikasi di antara pengambil keputusan.

    Kepemilikan Masalah
    Menentukan kepemilikan masalah merupakan hal penting pada fase inteligensi. Sebuah masalah ada di dalam sebuah organisasi hanya jika seseorang atau beberapa kelompok mengambil tanggung jawab untuk mengatasinya dan jika organisasi punya kemampuan untuk memecahkannya. Contoh, seorang manajer mungkin merasa ia memiliki masalah karena tingkat suku bunga terlalu tinggi. Karena tingkat suku bunga ditentukan pada level nasional dan internasional, dan kebanyakan manajer tidak dapat melakukan apa pun mengenai hal tersebut, maka tingginya tingkat suku bunga merupakan masalah pemerintah, bukan masalah bagi suatu perusahaan untuk dipecahkan. Masalah yang dihadapi banyak perusahaan adalah bagaimana beroperasi di lingkungan dengan tingkat suku bunga tinggi. Untuk perusahaan swasta, tingkat suku bunga sebaiknya ditangani sebagai faktor (lingkungan) yang tidak dapat dikontrol yang terprediksi.
    Ketika kepemilikan masalah tidak ditentukan, maka seseorang tidak melakukan tugasnya atau masalah akan diidentifikasi sebagai masalah orang lain. Oleh karena itu, penting bagi seseorang untuk secara sukarela ”memilikinya” atau menugaskannya kepada orang lain.
    Fase inteligensi berakhir dengan pernyataan masalah secara formal.

    Fase Desain
    Fase Desain meliputi penemuan atau mengembangkan dan menganalisis alternatif tindakan yang mungkin untuk dilakukan. Fase ini meliputi proses untuk mengerti masalah, menurunkan solusi dan menguji kelayakan solusi. Sebuah model masalah pengambilan keputusan dikonstruksi, dites, dan divalidasi.
    Pemodelan meliputi konseptualisasi masalah dan mengabstraksikan masalah ke dalam bentuk kuantitatif dan atau kualitatif, Untuk sebuah model matematika, variabel-variabel diidentifikasi dan kemudian ditentukan hubungan-hubungan di antara variabel tersebut. Simplifikasi dibuat kapan saja diperlukan, yakni melalui asumsi. Contoh, hubungan antara dua variabel diasumsikan linier meskipun dalam kenyataannya ada beberapa efek nonlinier. Keseimbangan antara tingkat simplifikasi model dan representasi realitas harus dicapai karena imbal-balik manfaat/biaya. Model yang lebih sederhana memerlukan biaya pengembangan lebih rendah, manipulasi lebih mudah, dan solusi lebih cepat, tetapi kurang representatif untuk masalah riil dan dapat memberikan hasil yang tidak akura. Di sisi lain model sederhana memerlukan data sedikit, atau data diagregasi dan lebih mudah didapatkan.
    Sering dikatakan bahwa proses pemodelan merupakan kombinasi antara seni dan ilmu. Sebagai ilmu, ada banyak kelas model standar yang tersedia dengan praktiknya, seorang analis dapat menentukan model mana yang dapat diaplikasikan pada situasi yang dihadapi. Sebagai seni, diperlukan tingkat kreativitas dan ketrampilan yang sangat tinggi ketika menentukan asumsi apa yang dapat bekerja, bagaimana menggabungkan fitur yang tepat dari kelas-kelas model, dan bagaimana mengintegrasikan model-model untuk mendapatkan solusi yang valid. Ada 2 model yang dikenal yaitu: model Normatif dan model dekriptif.

    Model Normatif
    Mode normatif adalah model di mana alternatif yang dipilih merupakan alternatif terbaik dari semua alternatif yang mungkin. Untuk menemukan alternatif terbaik, harus melakukan eksplorasi semua alternatif-alternatif yang mungkin dan kemudian mengujinya dan membuktikannya bahwa alternatif yang dipilih benar-benar alternatif terbaik, dan alternatif inilah yang diinginkan. Karena proses ini menyangkut sesuatu yang optimal, maka sering disebut optimalisasi. Optimalisasi dapat dicapai dengan salah satu dari ketiga cara berikut ini :
    • Dapatkan tingkat terbaik dari pencapaian tujuan dari sekumpulan sumber daya yang ditentukan. Contoh suatu pabrik yang menghasilkan suatu produk tertentu, ada beberapa alternatif yaitu memproduksi sendiri mulai dari bahan mentah sampai menjadi produk jadi, atau membeli produk-produk yang setengah jadi kemudian diolah menjadi produk jadi. Manajer harus memilih mana yang paling banyak mendatang laba jika investasi yang dikeluarkan sebesar Rp 500 juta.
    • Temukan alternatif dari rasio tertinggi dari pencapaian tujuan yang berkaitan dengan biaya (misal laba per rupiah yang diinvestasikan) atau memaksimalkan produktivitas.
    • Temukan alternatif dengan biaya paling rendah (atau sumber daya yang jumlahnya paling kecil) yang akan memenuhi tingkat yang dapat diterima. Contoh, jika tugas Anda adalah memilih perangkat keras komputer yang akan digunakan sebagai server suatu instansi Pemda, alternatif mana yang akan memenuhi tujuan tersebut dengan biaya paling sedikit?




    0 komentar: